Senin, 06 Mei 2013

Wilayah bebas becak


Di Jakarta terdapat Wilayah-Wilayah yang rada-rada aneh. Sebagai contoh ada di Jalan Thamrin. Di jalan itu ada plang yang bertuliskan “Wilayah Wajib Tertib Lalu-lintas”. Ini terlihat sebagai usaha menegakkan disiplin berlalu lintas, bahwa di Wilayah ini anda wajib mematuhi peraturan lalu-lintas. Lalu mengapa ini menjadi aneh?. Disiplin berlalu lintas itu seharusnya berlaku di setiap jengkal wilayah di tanah air, di semua jalan raya di Indonesia, dan pada diri setiap orang Indonesia. Tetapi “Wilayah Wajib Tertib Lalu-lintas” menunjukkan bahwa ada Wilayah lain yang tidak perlu tertib berlalu lintas. Di luar “Wilayah Wajib Tertib Lalu-lintas” berarti kita tidak wajib mematuhi aturan dan displin berlalu-lintas. Apakah hal ini tidak aneh?. Lalu “Wilayah Bebas Becak”. yang aneh di sini bukan Wilayahnya, tetapi bahasanya yang dapat bermakna ambigu. Kita tahu maksud dari “wilayah bebas becak” adalah bahwa di Wilayah itu tidak boleh ada becak beroperasi, maka agar maknanya lebih dan lebih pasti harusnya ditulis menjadi “Wilayah bebas dari becak”. Sampai di sini juga masih ada kebingungan. Kalau di “Wilayah bebas dari becak” masih ada becak tersimpan di gudang orang apakah tidak boleh?, tentu tidak bisa dilarang dong. Maka harus diperjelas lagi menjadi “Wilayah becak tidak boleh beroperasi”. Maksudnya menjadi sangat jelas dan bermakna tunggal. Apakah “Wilayah bebas Rokok” juga ambigu?. menurut saya memang ambigu, walaupun kita tahu maksudnya adalah “Wilayah bebas dari asap rokok”, tetapi bisa juga orang memaknai menjadi “Wilayah bebas merokok”. Mungkin itulah sebabnya di “Wilayah bebas rokok” tetap banyak orang merokok. Kemudian apakah di “Wilayah bebas dari asap rokok” orang tidak boleh merokok?. Boleh-boleh saja asalkan tidak ada asapnya, jadi orang yang merokok di Wilayah ini harus menyedot semua asap rokok ke paru-parunya, menahan semuanya sampai habis berdifusi ke paru-paru, tidak boleh ada yang dilepaskan mencemari udara. Semua ini bermula dari arti kata “bebas” itu sendiri. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “bebas” memunyai arti : ‘1. lepas, merdeka; 2. tidak terganggu; 3. tidak terkungkung; 4. (ter)lepas; 5. tidak terlarang. Maka “Wilayah Bebas Becak” menjadi dapat memiliki maksud “Wilayah tidak terlarang becak” maka di wilayah itu becak bebas beroperasi. “Wilayah bebas rokok” dapat memiliki makna “tidak terlarang rokok”, maka di wilayah itu bebas untuk merokok. Jadi seharusnya yang ditulis adalah “Wilayah becak tidak boleh beroperasi” dan “Wilayah tidak boleh merokok”. Kalau yang ini, Kepala Badan pendidikan dan Pelatihan Keuangan Mardiasmo, menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Amir Syamsudin, dan ketua KPK Abraham Samad menandatangani nota kesepahaman penetapan “Wilayah Bebas Korupsi” di Gedung Kemhuk dan HAM, Jakarta, senin 9 Januari 2012. “Wilayah Bebas Korupsi” memunyai keanehan dari dua sisi. Pertama dari sisi “wilayah” dan kedua dari sisi makna kata “bebas korupsi”. Kita tahu maksud dari “Wilayah Bebas Korupsi” adalah tidak boleh korupsi di wilayah yang dimaksud. Berarti di luar “Wilayah Bebas Korupsi” maka korupsi dapat dilakukan. Pada hal seharusnya di manapun di wilayah Indonesia ini, dari Sabang – Merauke, tidak boleh ada korupsi. Tetapi “bebas Korupsi” juga dapat dimaknai lain, menjadi “tidak terlarang korupsi”. Sebentar lagi Jakarta mungkin akan memunyai “Wilayah Bebas PSK”. PSK = pekerja Seks Komersial. Apa artinya

0 komentar: